Ayah engkau memang tak pandai mengungkapkan perasaan seperti Ibu. Tapi aku tau kasih sayangmu tidak pernah kurang padaku. Waktu kecil saat aku menangis, kau langsung menggendongku dan membawaku ke warung. Disana aku bebas memilih jajanan yang aku mau. Kau tak pernah menolak keinginanku.
Setiap hari, di waktu malam engkau selalu memberikanku cerita tentang " Sakadang Monyet jeung sakadang Kuya". Aku selalu antusias mendengarkan ceritamu. Kau selalu memberiku inspirasi di setiap cerita yang kau sampaikan.
Ayah adalah super hero dalam hidupku. Sampai aku dewasa seperti ini kau selalu menjaga dan menghawatirkanku. Aku masih ingat betapa khawatirnya dirimu saat jam 08:30 aku belum pulang ke rumah. Waktu itu kau tau karena tidak punya ongkos aku berjalan dari tempat kerja menuju rumah. Kau bilang " Nak apakah mau dijemput ?". Tapi aku menolak permintaanmu, aku pikir aku tangguh berjalan sendiri di malam hari.
Ternyata aku tak setangguh yang kupikirkan. Dijalan aku bertemu dengan anak jalanan yang menyapaku tapi tak kuhiraukan. Akhirnya dia berkata kasar dan mengikutiku dari belakang. Aku lari sekuat tenaga dengan jantung yang berdebar keras sambil menangis. Aku takut ayah, tapi saat ditempat yang terang aku tak percaya melihatmu sedang berjalan. Kau tak menyadari aku berada didepanmu karena penglihatanmu yang sedikit kabur. Akhirnya aku menyapa " Ayah kenapa menyusul, bagaimana jika tidak berpapasan denganku" jawabku sedikit marah. Kau hanya diam melihatku seperti itu dan berkata " Ya sudah kita pulang, sudah malam", Jawabnya santai.
Saat dijalan aku tak sengaja aku melihat kakimu berdarah. Aku bertanya padanya. Namun ayah menjawab itu hanya sebuah insiden kecil saat terburu- buru ingin menjemputku dan kaki ayah membentur sebuah batu yang tidak dilihatnya di jalan. Disana aku menyadari betapa khawatirnya dirimu padaku. Terimakasih ayah selalu ada untukku. Aku sayang padamu Ayah.
Kamis, 20 April 2017
29-H Menulis Surat Cinta
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar