Seberkas Cahaya Harapan
Dulu saat SD, Dhera hanyalah siswa biasa. Gadis kecil hitam manis yang sederhana tanpa prestasi yang unggul. Rambut panjangnya selalu terurai sampai ke bagian pinggang. Terkadang terlihat acak-acakan jika sudah terkena angin.
Dengan sigapnya ia mengambil bola dari kawan lelakinya. Iya berlari cukup cepat membawa bola mendekati gawang lawan. Tak lama setelah itu terdengar suara teriakan "Goallll" dan akhirnya dhera memasukan satu point' untuk timnya. Namun tak lama dari itu terdengarlah suara bel berbunyi tanda istirahat sudah selesai. Semua siswa berhamburan meninggalkan lapangan bola, kemudian berlari masuk kedalam kelas.
Dhera terlahir sebagai anak bungsu. Ia terlahir dari keluarga yang sederhana. Seorang gadis yang tak pernah menyangka akan mendapatkan peringkat kelas di akhir sekolahnya. Tepat sekali saat ini ia duduk di bangku kelas 6.
" Ulfah andai saja yah aku bisa menjadi juara kelas, tak apalah tidak mendapat juara 1 pun" ucapnya pada teman dekatnya itu
" Haaahahahha, sudahlah Ra , jangan mimpi di siang bolong, membuat geli saja mendengarnya" Balas temannya itu sedikit tidak percaya
" Yah kamu ini, ko mentertawakanku" jawabnya lagi sedikit murung
" Aduh maaf Ra, bukan begitu maksudku, tapi memang benarkan selama ini kamu bukanlah siswa berprestasi jadi sangat mustahil jika kamu bisa mencapai peringkat sebagus itu" sambar ulfa kembali
" Oh seperti itu ya Ulfa ?" Jawab Dhera kembali yang kini terlihat sedih.
" Tentu saja , sudahlah jangan bermimpi hal- hal yang mustahil, kamu kan hanya anak dari seorang tukang koran yang tak pernah mendapat gizi baik , mana mungkin otak kamu bisa cerdas" Kata ulfa sambil pergi dari bangku tempat ia duduk
Tiba- tiba emosi Dhera mulai naik
" Maksud kamu apa fah? , kamu boleh menghina kemampuanku tapi jangan sesekali kamu melibatkan orang tuaku untuk merendahkanku" Teriak dhera sambil menarik lengan Ulfah
" Apaan sih kamu, memang benarkan kenyataannya seperti itu jadi ngapain kamu marah" Teriak Ulfah lagi
" Aku tak menyangka dengan sikap kamu Fah, kamu kan temen dekatku? " Jawab Dhera kembali sambil sedikit mengeluarkan air mata
Bukannya menjawab Ulfah malah pergi meninggalkan Dhera.
Sepulang sekolah Dhera berpikir ia tidak bisa seperti ini terus. Ia harus bisa merubah kondisi keluarganya lebih baik dengan prestasinya.
Hampir setiap hari ia belajar dan mengurangi waktu bermainnya. Bahkan orang tuanya sedikit heran melihat perubahan yang terjadi pada Dhera. Namun disana orang tuanya pun bahagia melihat perubahan baik pada anaknya.
Sampai suatu hari ada ulangan matematika. Pastinya Dhera sudah belajar dengan giat agar dia mendapat nilai yang bagus. Namun amat disayangkan nilai yang ia harapkan ternyata tidak sesuai dengan ekspetasi.
Dhera sempat putus asa dan ia menangis di kamar. Tak lama sang Ayah mencoba menghibur seakan tahu apa yang dirasakan anaknya.
" Ra, ayo ikut Ayah ?"
" Kemana yah ?"
" Rahasia dong, ayo ikut saja , Ayah ingin memberimu Kejutan"
" Iya sudah Dhera ikut saja"
" Nah gitu dong, itu namanya baru anak Ayah"
Ayah pun membawa Dhera kesebuah pantai yang indah. Laut yang biru dengan pasir putih yang menghampar di pinggiran pantai. Cahaya matahari yang memantul kedalam air, membuatnya berkilauan.
" Yah indah sekali pantainya ?" Seru Dhera tersenyum takjub.
" Iyah nak benar sekali, kesini Ra kita duduk dipasir ini " Kata sang Ayah
" Baik yah" Kemudian Dhera duduk sambil menatap Ayahnya penuh dengan keheranan
" Ra, tau engga sudah dari lama Ayah senang jika menatap tepian air ini ? Tapi Ayah pun tidak tau kenapa ?" Begitu katanya sambil masih menatap laut itu.
" Oh iya Ra, Ayah sempat bermimpi untuk belayar melintasi laut yang luas ini " Katanya lagi
" Untuk apa Yah ?" Tanya Dhera keheranan
" Agar ayah tahu seberapa jauh Ayah melangkah untuk menggapai impian Ayah "
" Ouh seperti itu yah, tapi kenapa impian Dhera tidak tercapai padahal aku sudah berusaha belajar terus " Jawab Dhera sambil mengeluh
" Nak mimpi itu perlu mendapat kegagalan, agar kamu bisa menghargai sebuah keberhasilan" Jawabnya bijak
" Ouh gitu yah, terimakasih untuk motivasinya " Jawabku sedikit lebih semangat
" Ra, coba tuliskan mimpimu disebuah kertas ini"
" Baik yah" Jawab Dhera mengikuti perkataan Ayahnya
Tak lama kemudian Ayah memasukan lipatan kertas itu kedalam balon lalu meniupkannya dan menerbangkannya"
" Ra, lihat mimpimu telah terbang untuk menemukan tujuannya" Sambut Ayah dengan gembira
" Ayah yakin kamu akan menjadi orang hebat" Kata Ayah memotivasiku lagi
Dan aku hanya semakin terbawa perasaan dan menangis lalu memeluknya dan berkata " I love you so much dady, thank you for motivation"
Aku belajar semakin giat lagi untuk menghadapi UN dan US. Kukerahkan semua tenaga dan pikiran untuk mewujudkan mimpi itu. Alhamdulillah Allah mengabulkan doaku akhirnya aku bisa mendapat nilai yang memuaskan hingga aku bisa mendapat beasiswa di SMP Negeri terfavorit di Bandung.
Tapi pilihanku menentukan arah lain. Aku memilih untuk sekolah di Mts agar wawasan Agamaku bertambah. Tekadku mengatakan aku tak akan pernah menyesalinya.
Teruslah bermimpi selagi itu tidak dilarang.